Kamis, 28 April 2011

AKU INGIN PULANG

Lukas 14 : 17 – 19 Lalu ia menyadari keadaannya, katanya: Betapa banyaknya orang upahan bapaku yang berlimpah-limpah makanannya, tetapi aku di sini mati kelaparan. Aku akan bangkit dan pergi kepada bapaku dan berkata kepadanya: Bapa, aku telah berdosa terhadap sorga dan terhadap bapa,aku tidak layak lagi disebutkan anak bapa; jadikanlah aku sebagai salah seorang upahan bapa.
“Bagaimana ini? Apa yang harus kulakukan sekarang?” pikirnya sambil menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal. Semuanya telah habis. “Semua yang kumiliki habis sudah. Tidak ada sisa sedikitpun. Bahkan beberapa keping terakhir, sudah kubelikan makanan yang tidak seberapa dan sudah habis kumakan.” Ia menoleh ke kiri dan ke kanan, berusaha mencari seseorang yang ia kenal. Tapi aneh, sepertinya mereka semua menghilang begitu saja. Berbeda sekali dengan hari-hari kemarin, ketika ia baru saja tiba di kota ini, penuh dengan barang bawaan yang berharga.
Ia teringat saat-saat yang menyenangkan itu. Ia baru saja tiba dari kota asalnya, nun jauh di sana. Membawa begitu banyak harta benda yang luar biasa banyaknya. Dengan pakaian maha indah yang ia kenakan, harum-haruman dari parfum yang mahal semerbak setiap ia berjalan melewati setiap orang di kota idamannya ini. Dan belum lagi ia berjalan lebih dari sepuluh langkah, sudah ada sekumpulan orang-orang yang langsung menyambutnya dengan ramah dan penuh senyuman.
Ia juga ingat, bagaimana mereka semua itu berebutan ingin menyalaminya dan berkenalan dengannya. Begitu ramah, siap membantunya membawakan semua barang bawaannya yang memang amat sangat banyak.
Dengan murah hati dan bergaya bak pangeran, ia pun membiarkan orang-orang itu menolongnya, berjalan dengan gagah dan sedikit pongah tepatnya, ia pun mengukir senyuman yang tipis, seakan-akan tidak terganggu tapi akan sedikit pilih-pilih untuk memilih siapa yang akan menjadi temannya nanti.
Dan sejak hari itu, ia tinggal di sebuah penginapan yang mahal, selalu banyak yang menemaninya dan merekapun berpesta siang dan malam seakan tidak ada habisnya kesenangan di dunia ini. Tidak ada hal mendesak lain yang dilakukan selain berpesta, makan dan minum, mengumbar kesenangan dan memamerkannya kepada setiap orang di kota itu.
Namanya begitu cepat menyebar dan membuatnya menjadi terkenal dalam seketika. Hampir setiap orang di kota itu ingin mengenalnya, dan ia sangat menikmati setiap detik dalam hidupnya itu.
‘Hidup yang menyenangkan...’pikirnya. ‘Tidak ada perintah, tidak ada persaingan, tidak usah bekerja..semua orang melakukan apa yang kuperintahkan. Aaaahhh..inilah impianku...’katanya lagi dalam hatinya sambil mengumbar senyum dan tawa, dan tidak henti-hentinya memerintahkan kepada pelayan restoran,”Lagi...sajikan lagi minuman dan makanan terenak yang kalian punya!!”
Sampai satu ketika, entah bagaimana...ia baru menyadari kalau semua harta miliknya mulai menipis. Saat itulah ia baru menyadari bahwa seberapapun yang ia miliki, ternyata ada batasnya. Dan ia mulai berpikir keras bagaimana ia bisa mempertahankan reputasinya sebagai ‘orang kaya yang baik hati’ itu.
Ia mulai mencari orang yang mau memberikan pinjaman kepadanya, dengan janji bahwa ia akan segera membayarkannya kembali. Tapi tidak ada yang mau beresiko meminjamkan kepada seorang yang begitu boros menghabiskan uang hanya untuk bersenang-senang. Dan hasilnya, dia yang dulunya dikenal sebagai orang kaya yang baik hati itu, kini berubah menjadi orang kaya yang jatuh miskin.
Sejalan dengan itu, satu demi satu setiap orang yang mengikutinya mulai meninggalkannya. Sampai akhirnya ia benar-benar hanya sendirian, tidak ada satu orangpun yang mau mengenalnya lagi. Mengerikan sekali. Ia merasa menjadi orang yang paling kesepian di dunia ini. Ia sangat gelisah, tapi tidak mengerti apa yang harus ia lakukan.
Dan kini, ia terdampar di daerah yang tidak ia kenal sama sekali. Ia baru saja diusir dari penginapan mewah tempat ia tinggal hari-hari ini, karena ia sudah tidak bisa membayar biayanya. Padahal ia sudah berusaha memohon untuk dibiarkan tinggal di sana dan membayarnya dengan tenaganya, tapi ternyata pemilik penginapan tidak menerimanya. Dan dengan sedih dan malu, ia akhirnya pergi meninggalkan penginapan itu.
Pakaian indah yang ia kenakan adalah miliknya yang terakhir. Ia mengelusnya, dan mulai berpikir, apakah ia harus melepaskannya dan menjualnya demi sesuap makanan? Ia meraba kain sutra halus itu, warna ungu yang jelas melambangkan bahwa ia adalah anak bangsawan itu kini kelihatan memudar di matanya, berganti dengan bunyi keroncongan di perutnya. Akhirnya, kampung tengah itu menang. Ia melepaskan jubah indah itu dan menukarnya dengan sepiring makanan di pinggir jalan yang ia lewati.
Sambil menikmati makanan itu ia berpikir keras. What’s next? Ia benar-benar sudah kehilangan akal. Semuanya yang ia miliki sudah habis. Ia sama sekali tidak tahu lagi apa yang harus ia lakukan. Bekerja!! Ya, ia tahu bahwa ia harus kerja. Tidak ada cara lain lagi. Itu satu-satunya cara bagi dia untuk tetap bertahan hidup di sini. Semangatnya bangkit kembali. Ia ingat bahwa ia adalah lulusan terbaik di universitas di tempat asalnya. Ia merasa yakin kalau ia akan mudah diterima di salah satu perusahaan terbaik di kota ini. Ia mulai mengingat-ingat semua kenalan yang ia miliki di kota itu.
‘Ahhh...siapa tahu pria pemilik kebun anggur itu mau mempekerjakan aku menjadi salah satu managernya. Kemarin kami mengobrol dengan akrab soal usahanya tersebut. Aku akan mencobanya,’ pikirnya.
Tapi apa yang ia pikirkan tidak seperti kenyataannya. Orang tersebut malah mengatakan kalau ia tidak mengenal dia. Semakin keras ia berusaha mengingatkan, malah membuat dia akhirnya diusir ke luar dari halamannya. Sangat menyedihkan. Dan ia berpikir lagi dan lagi-lagi ia menjadi kecewa ketika menemukan tidak ada satu orang pun yang mau menolongnya.
Dan kini, setelah usahanya yang kesekian puluh kali, akhirnya membuahkan hasil yang tidak terlalu menggembirakan. Duduk diantara sekawanan babi tentu bukan impiannya sama sekali. Bau..kotor..dan berisik sekali!!! Babi-babi ini sama sekali tidak bersahabat. Lihat saja, pakaiannya yang tersisa menjadi sangat kotor terkena kibasan tubuh babi yang gendut dan kotor itu. Lumpurnya terbang ke sana kemari tanpa bisa dihindari. Iiiiiiihhhhhh...!!! Jijik!!! Ingin rasanya ia segera melarikan diri, tapi tidak bisa.
Ini satu-satunya pekerjaan yang tersedia bagi dia.
Dengan sedih dia menarik napas panjang. Dan barulah pada saat itu, semua kisah indah masa lalunya mulai muncul dan membuatnya menyadari sesuatu. Sesuatu yang ia baru sadari bahwa keputusannya untuk meninggalkan Bapaknya adalah keputusan yang benar-benar salah. Alangkah bodohnya ia, mau menukar semua kenyamanan dan jaminan hidupnya itu dengan semua kesenangan sesaat, tapi ujungnya adalah kemalangan yang panjang tak menentu ini.
Rasa sesal muncul di hatinya. Aaahhh..andai saja aku tidak bertingkah. Andai saja aku mau mensyukuri semua yang kumiliki. Andai saja aku menyadari betapa sayangnya Bapa kepadaku..aaahhhh..sepertinya aku tidak perlu mengalami semua ini, bukan? Ia mulai menangis..dan berpikir..’Aku ingin pulang!!!’
‘Tapi....apakah Bapa akan senang melihatku kembali? Aaahhh bisa jadi ia akan sangat marah melihatku. Kata-kataku terlalu kasar dan menyakitkan ketika aku meninggalkannya waktu itu. Bagaimana ya? Hmmmm...mungkin aku akan bilang, kalau aku memang sudah tidak layak dianggap anak Bapa. Kalau Bapa mau mengakuiku menjadi pelayannya saja, itu sudah lebih dari cukup bagiku.’
‘Yaa...aku akan mengatakan hal itu. Tapi.....apa Bapa mau menerimaku menjadi pelayannya sekalipun? Jangan-jangan, melihat wajahku saja, Bapa sudah tidak sudi. Aku benar-benar gundah dan ragu untuk melakukannya.’
Semua itu bercampur aduk di hatinya.
Ia melihat ke sekelilingnya sekali lagi. Pemandangan akan babi-babi bau dan jorok itu sangat membuatnya gelisah. Ia merasa tidak damai sama sekali. Ia tahu, ini bukan tempat yang cocok bagi dia. Akhirnya..keputusannya bulat sudah. “Aku akan pulang!!”katanya. Dan iapun mengambil langkah untuk berjalan menuju rumahnya.
Teman...ini adalah kisah tentang si anak bungsu yang melarikan diri dari segala ruang lingkup Bapanya. Banyak diantara kita yang secara tidak sadar menjadi seperti si anak bungsu ini. Dan baru menyadari kalau kesalahan besar terjadi karena keputusan yang salah. Tapi puji Tuhan kalau akhirnya ia mau menyadari dan menyesali kesalahannya tersebut.
Keputusan terakhir yang ia buat itu sangat tepat. Kembali kepada perlindungan Bapa adalah hal yang paling benar yang perlu kita lakukan juga saat ini. Tidak ada tempat yang lebih baik daripada kembali kepada pelukan Bapa. Dan sungguh bersyukur, bahwa Bapa kita adalah Bapa yang baik. Ia tidak akan memasalahkan masa lalu kita. Ia akan selalu siap menerima kita kembali setiap saat, dan akan memulihkan kondisi kita di saat kita sungguh-sungguh mau berbalik kepadaNya.
Anda tahu kelanjutan kisah ini bukan?
Lukas 14 : 20 b – 24 Ketika ia masih jauh, ayahnya telah melihatnya, lalu tergeraklah hatinya oleh belas kasihan. Ayahnya itu berlari mendapatkan dia lalu merangkul dan mencium dia. Kata anak itu kepadanya: Bapa, aku telah berdosa terhadap sorga dan terhadap bapa, aku tidak layak lagi disebutkan anak bapa.Tetapi ayah itu berkata kepada hamba-hambanya: Lekaslah bawa ke mari jubah yang terbaik, pakaikanlah itu kepadanya dan kenakanlah cincin pada jarinya dan sepatu pada kakinya. Dan ambillah anak lembu tambun itu, sembelihlah dia dan marilah kita makan dan bersukacita. Sebab anakku ini telah mati dan menjadi hidup kembali, ia telah hilang dan didapat kembali. Maka mulailah mereka bersukaria.
Itulah yang akan Bapa kita lakukan ketika melihat ada seorang dari kita yang terhilang tapi kemudian berlari kembali kepadaNya. Sampai hari ini, matanya masih terus mencari-cari dan rindu untuk menemukan siapa yang akan segera kembali dari perantauannya.
Mari, jangan terlalu banyak berpikir, kita segera berjalan pulang dan kembali kepada Tuhan, dalam hal apapun..tidak ada yang bisa membandingkan segala kefanaan yang kita miliki dengan apa yang bisa Tuhan beri di dalam hidup kita. Amin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar